A. Pengertian Hukum
Kata hukum secara etimologis biasa
diterjemahkan dengan kata ‘law’ (Inggris), ‘recht’ (Belanda), ‘loi atau droit’
(Francis), ‘ius’ (Latin), ‘derecto’ (Spanyol), ‘dirrito’ (Italia). Dalam bahasa
Indonesia, kata hukum diambil dari bahasa Arab yaitu “حكم
– يحكم – حكما”, yang berarti “قضى و فصل بالأمر”
(memutuskan sebuah perkara). Pada umumnya, pengertian hukum dapat diartikan
sangat beragam sebagai berikut:
1. Hukum diartikan sebagai produk keputusan
penguasa; perangkat peraturan yang ditetapkan penguasa seperti UUD dan
lain-lain.
2. Hukum diartikan sebagai produk keputusan
hakim; putusan-putusan yang dikeluarkan hakim dalam menghukum sebuah perkara
yang dikenal dengan jurisprudence (yurisprodensi).
3. Hukum diartikan sebagai petugas/pekerja
hukum; hukum diartikan sebagai sosok seorang petugas hukum seperti polisi yang
sedang bertugas. Pandagan ini sering dijumpai di dalam masyarakat tradisionil.
4. Hukum diartikan sebagai wujud sikap
tindak/perilaku; sebuah perilaku yang tetap sehingga dianggap sebagai hukum.
Seperti perkataan: “setiap orang yang kos, hukumnya harus membayar uang kos”.
Sering terdengar dalam pembicaraan masyarakat dan bagi mereka itu adalah
aturannya/hukumnya.
5. Hukum diartikan sebagai sistem
norma/kaidah; kaidah/norma adalah aturan yang hidup ditengah masyarakat.
Kaidah/norma ini dapat berupa norma kesopanan, kesusilaan, agama dan hukum
(yang tertulis) uang berlakunya mengikat kepada seluruh anggota masyarakat dan mendapat
sanksi bagi pelanggar.
6. Hukum diartikan sebagai tata hukum; berbeda
dengan penjelasan angka 1, dalam konteks ini hukum diartikan sebagai peraturan
yang saat ini sedang berlaku (hukum positif) dan mengatur segala aspek
kehidupan masyarakat, baik yang menyangkut kepentingan individu (hukum privat)
maupun kepentingan dengan negara (hukum publik). Peraturan privat dan publik
ini terjelma di berbagai aturan hukum dengan tingkatan, batas kewenangan dan
kekuatan mengikat yang berbeda satu sama lain. Hukum sebagai tata hukum,
keberadaannya digunakan untuk mengatur tata tertib masyarakat dan berbentuk
hierarkis.
7. Hukum diartikan sebagai tata nilai; hukum
mengandung nilai tentang baik-buruk, salah-benar, adil-tidak adil dan lain-lain,
yang berlaku secara umum.
8. Hukum diartikan sebagai ilmu; hukum yang
diartikan sebagai pengetahuan yang akan dijelaskan secara sistematis, metodis,
objektif, dan universal. Keempat perkara tersebut adalah syarat ilmu
pengetahuan.
9. Hukum diartikan sebagai sistem ajaran
(disiplin hukum); sebagai sistem ajaran, hukum akan dikaji dari dimensi dassollen
dan das-sein. Sebagai das-sollen, hukum menguraikan tentang hukum yang
dicita-citakan. Kajian ini akan melahirkan hukum yang seharusnya dijalankan.
Sedangkan sisi das-sein mrupakan wujud pelaksanaan hukum pada masyarakat.
Antara das-sollen dan das-sein harus sewarna. Antara teori dan praktik harus
sejalan. Jika das-sein menyimpang dari das-sollen, maka akan terjadi penyimpangan
pelaksanaan hukum.
10. Hukum diartikan sebagai gejala sosial;
hukum merupakan suatu gejala yang berada di masyarakat. Sebagai gejala sosial,
hukum bertuuan untuk mengusahakan adanya keseimbangan dari berbagai macam
kepentingan seseorang dalam masyarakat, sehingga akan meminimalisasi terjadinya
konflik. Proses interaksi anggota masyarakat untuk mencukupi kepentingan
hidupnya, perlu dijaga oleh aturan-aturan hukum agar hubungan kerjasama positif
antar anggota masyarakat dapat berjalan aman dan tertib.
Hukum secara terminologis pula masih sangat
sulit untuk diberikan secara tepat dan dapat memuaskan. Ini dikarenakan hukum
itu mempunyai segi dan bentuk yang sangat banyak, sehingga tidak mungkin
tercakup keseluruhan segi dan bentuk hukum itu di dalam suatu definisi.
B. Unsur, Ciri-Ciri dan Sifat Hukum
Setelah
melihat definisi-definisi hukum tersebut, dapat diambil kesimpulan, bahwa hukum
itu meliputi beberapa unsur, yaitu:
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
1. Peraturan mengenai tingkah laku manusia dalam pergaulan masyarakat.
2. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
3. Peraturan itu bersifat memaksa.
4. Sanksi terhadap pelanggaran peraturan tersebut adalah tegas.
Selanjutnya, agar hukum itu dapat dikenal dengan baik, haruslah mengetahui ciri-ciri hukum. Menurut C.S.T. Kansil, S.H., ciri-ciri hukum adalah sebagai berikut:
a. Terdapat perintah dan/atau larangan.
b. Perintah dan/atau larangan itu harus dipatuhi setiap orang.
Sedangkan
sifat bagi hukum adalah sifat mengatur dan memaksa. Ia merupakan
peraturan-peraturan hidup kemasyarakatan yang dapat memaksa orang supaya
mentaati tata-tertib dalam masyarakat serta memberikan sanksi yang tegas
(berupa hukuman) terhadap siapa saja yang tidak mematuhinya. Ini harus diadakan
bagi sebuah hukum agar kaedah-kaedah hukum itu dapat ditaati, karena tidak
semua orang hendak mentaati kaedah-kaedah hukum itu.
C.
Pengertian
Negara
Negara
adalah suatu wilayah
di permukaan bumi
yang kekuasaannya baik politik, militer, ekonomi, sosial maupun budayanya diatur oleh pemerintahan
yang berada di wilayah tersebut. Negara juga
merupakan suatu wilayah yang memiliki suatu sistem atau aturan yang berlaku
bagi semua individu di wilayah tersebut, dan berdiri secara independent. Syarat
primer sebuah negara adalah memiliki rakyat, memiliki wilayah, dan memiliki pemerintahan yang berdaulat. Sedangkan
syarat sekundernya adalah mendapat pengakuan dari negara lain.
D. Sifat-Sifat Negara
Sifat negara antara lain :
1. Sifat memaksa
Tiap-tiap negara dapat memaksakan kehendaknya, baik melalui jalur hukum maupun melalui jalur kekuasaan.
2. Sifat monopoli
Setiap negara menguasai hal-hal tertentu demi tujuan negara tersebut tanpa ada saingan.
3. Sifat totalitas
Segala hal tanpa terkecuali menjadi kewenangan negara. Contoh : semua orang harus membayar pajak, semua orang sama di hadapan hukum dan lainnya.
Negara merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Negara dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang melalui pembinaan.
1. Sifat memaksa
Tiap-tiap negara dapat memaksakan kehendaknya, baik melalui jalur hukum maupun melalui jalur kekuasaan.
2. Sifat monopoli
Setiap negara menguasai hal-hal tertentu demi tujuan negara tersebut tanpa ada saingan.
3. Sifat totalitas
Segala hal tanpa terkecuali menjadi kewenangan negara. Contoh : semua orang harus membayar pajak, semua orang sama di hadapan hukum dan lainnya.
Negara merupakan wadah yang memungkinkan seseorang dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Negara dapat memungkinkan rakyatnya maju berkembang melalui pembinaan.
E. Tujuan Negara
Negara sebagai suatu organisasi kekuasaan manusia/ masyarakat dan
merupakan sarana untuk tercapainya tujuan bersama.
Beberapa pandangan tentang tujuan Negara :
1.Tujuan Negara Menurut Plato : Negara bertujuan untuk memajukan kesusilaan manusia sebagai
individu dan sebagai makhluk sosial.
2. Tujuan Negara Menurut Machiaveli dan Shang Yang :
Negara bertujan untuk memperluas kekuasaan semata-mata, tujuan
Negara didirikan adalah untuk menjadikan Negara itu besar dan jaya. Untuk
mencapai kejayaan Negara, maka rakyat harus berkorban, kepentingan orang
perorangan harus diletakkan di bawah kepentingan bengsa dan Negara, Negara
Diktator. Kalau ingin Negara kuat dan jaya, maka rakyat harus lunakkan dan
sebaliknya jika orang menghendaki rakyat menjadi kuat dan kaya, maka Negara itu
menjadi lemah.
3. Tujuan Negara Menurut Ajaran Teokrasi ( Kedaulatan Tuhan )
Thomas Aquino, Agustinus,
Tujuan negara adalah untuk mencapai penghidupan dan kehidupan aman
dan tentram, dibawah pimpinan Tuhan. Pimpinan negara menjalankan kekuasaannya
berdasarkan Kehendak Tuhan.
4. Tujuan Negara Menurut Emmanuel Kank
Negara bertujuan mengatur keamanan dan ketertiban dalam Negara
yang paling utama.
5. Tujuan Negara Menurut Krabbe
Negara bertujuan menyelenggarakan ketertiban hukum. Segala
kekuasaan dan alat-alat Negara dalam menjalankan tugasnya harus berdasarkan
hukum, semua orang tanpa kecuakli harus tunduk dan taat pada hukum, hanya
hukumlah yang berkuasa dalam Negara (Rule of Law).
6. Tujuan Negara Menurut Welfare State = Soscial Service State
Tujuan Negara adalah mewujudkan kesejahteraan umum. Negara sebagai
alat untuk tercapinya tujuan bersama yaitu kemakmuran, kebahagian dan keadilan
sosial bagi seluruh rakyat. Disamping itu bermacam-macam tujuan Negara yaitu :
·
Untuk memperluas kekuasaan.
·
Untuk tercapainya kejayaan (seperti Kerajaan Sriwidjaya dan
KerajaanMajapahit)
7. Tujuan Negara Republik Indonesia
Dalam Pembukaan UUD 1945
"Untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksnakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,
perdamaian abadi, dan keadilan sosial,"
F. Perbedaan Pemerintah
dan Pemerintahan
Pemerintah dan pemerintahan mempunyai
pengertian yang berbeda. Pemerintah merujuk kepada organ atau alat
perlengkapan, sedangkan pemerintahan menunjukkan bidang tugas atau fungsi.
Dalam arti sempit pemerintah hanyalah lembaga eksekutif saja. Sedangkan dalam
arti luas, pemerintah mencakup aparatur negara yang meliputi semua organ-organ,
badan-badan atau lembaga-lembaga, alat perlengkapan negara yang melaksanakan
berbagai kegiatan untuk mencapai tujuan negara. Dengan demikian pemerintah
dalam arti luas adalah semua lembaga negara yang terdiri dari lembaga-lembaga
legislatif, eksekutif dan yudikatif.
Dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Di samping itu dari segi struktural fungsional pemerintahan dapat didefinisikan pula sebagai suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan tujuan negara. (Haryanto dkk, 1997 : 2-3).
Dalam arti sempit pemerintahan adalah segala kegiatan, fungsi, tugas dan kewajiban yang dijalankan oleh lembaga eksekutif untuk mencapai tujuan negara. Pemerintahan dalam arti luas adalah segala kegiatan yang terorganisir yang bersumber pada kedaulatan dan kemerdekaan, berlandaskan pada dasar negara, rakyat atau penduduk dan wilayah negara itu demi tercapainya tujuan negara. Di samping itu dari segi struktural fungsional pemerintahan dapat didefinisikan pula sebagai suatu sistem struktur dan organisasi dari berbagai macam fungsi yang dilaksanakan atas dasar-dasar tertentu untuk mewujudkan tujuan negara. (Haryanto dkk, 1997 : 2-3).
Secara deduktif dapat disimpulkan bahwa pemerintah dan pemerintahan dibentuk
berkaitan dengan pelaksanaan berbagai fungsi yang bersifat operasional dalam
rangka pencapaian tujuan negara yang lebih abstrak, dan biasanya ditetapkan
secara konstitusional. Berbagai fungsi tersebut dilihat dan dilaksanakan secara
berbeda oleh sistem sosial yang berbeda, terutama secara ideologis. Hal
tersebut mewujud dalam sistem pemerintahan yang berbeda, dan lebih konkrit
terwakili oleh dua kutub ekstrim masing-masing rezim totaliter (sosialis) dan
rezim demokratis. Substansi perbedaan keduanya terletak pada perspektif
pembagian kekuasaan negara (pemerintah). Pemencaran kekuasaan (dispersed of
power), menurut Leslie Lipson, merupakan salah satu dari lima isu besar
dalam proses politik (Josef Riwu Kaho, 2001 : 1). Pemerintahan daerah merupakan
konsekuensi pelaksanaan pemencaran kekuasaan itu.
G. Pengertian Warga Negara
Secara umum Warga mengandung arti peserta atau
anggota dari suatu organisasi perkumpulan, jadi secara sederhana warga Negara
diartikan sebagai anggota dari suatu Negara. Istilah warga Negara merupakan
terjemahan kata “citizen” (inggris). Kata “citizen”
secara etimologis berasal dari bangsa romawi yang pada waktu itu berbahasa
latin, yaitu kata “civis” atau “civitas” yang berarti anggota
warga dari city-state. Selanjutnya kata ini dalam bahasa Perancis di istilah
kan “citoyen” yang bermakna warga dalam “cite” (kota yang memiliki hak-hak
terbatas. Citoyen atau citien dengan demikian bermakna warga atau penghuni
kota.
Sehingga berdasarkan penjelasan di atas , dapat
dikemukakan bahwa citizen adalah warga dari suatu komunitas yang dilekati
dengan sejumlah keistimewaan, memiliki kedudukan yang sederajat, memiliki
loyalitas, berpartisipasi, dan mendapat perlindungan dari komunitasnya.
Oleh karena itu, pada dasarnya istiah citizen
lebih tepat sebagai warga, tidak hanya warga sebuah Negara, tetapi lebih luas
pada komunitas lain di samping Negara. Meskipun demikian, dalam perkembangan
sekarang dimana Negara merupakan komunitas politik yang dianggap paling absah,
maka citizen merujuk pada warga dari sebuah Negara atau disingkat warga Negara.
Istilah warga Negara di Indonesia ini telah menjadi konsep yang lazim bagi
istilah citizen.
Selain istilah warga
Negara, kita juga sering mendengar istilah lainnya seperti rakyat dan penduduk.
Rakyat leih merupakan konsep politis dan menunjuk pada orang-orang yang berada
di bawah satu pemerintahan dan tunduk pada pemerintahan itu. Istilah rakyat
umunya dilawankan dengan penguasa. Sedangan penduduk adalah orang-orang yang
bertempat tinggal di suatu wilayah Negara dalam kurun waktu tertentu. Orang
berada di suatu wilayah negara dapat dibedakan antara penduduk dan
non-penduduk, lebih jauh lagi penduduk negara dapat dibedakan menjadi warga
negara dan orang asing atau bukan warga negara.
H. Pasal- Pasal dalam Undang-Undang Dasar 1945 Tentang Hak & Kewajiban Warga Negara Indonesia
Hak dan Kewajiban yang telah dicantumkan dalam UUD 1945 pasal 26, 27, 28,
dan 30, yaitu :
1. Pasal 26, ayat (1), yang
menjadi warga negara adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang
bangsa lain yang disahkan dengan undang-undang sebagai warga negara. Dan pada
ayat (2), syarat-syarat mengenai kewarganegaraan ditetapkan dengan
undang-undang.
2. Pasal 27, ayat (1), segala
warga negara bersamaan dengan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahannya, wajib
menjunjung hukum dan pemerintahan itu. Pada ayat (2), taip-tiap warga negara
berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
3. Pasal 28, kemerdekaan
berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan, dan sebagainya
ditetapkan dengan undang-undang.
4. Pasal 30, ayat (1), hak dan
kewajiban warga negara untuk ikut serta dalam pembelaan negara. Dan ayat (2)
menyatakan pengaturan lebih lanjut diatur dengan undang-undang.
Referensi
: